Perilaku Seks Pasangan Menyimpang?

Ada apa dengan kehidupan seksual orang Indonesia? Ada fenomena urusan ranjang sebagian orang di Indonesia menunjukkan perilaku menyimpang. Berbanding lurus dengan semakin liberalnya kehidupan negeri inikah?

Setiap orang yang berumah tangga pastinya menginginkan kehidupan yang normal, termasuk dalam hubungan suami-istri (hubungan seksual). Tapi belakangan ada perubahan perilaku seksual di tengah masyarakat yang menunjukkan penyimpangan. Sebut saja kasus kakak yang menikahi adik perempuannya sendiri, ayah menghamili anak kandung, pesta seks, LGBT, sampai suami yang menjual istrinya untuk berhubungan intim dengan lelaki lain.

Meski belum ada riset, tapi melihat dari berbagai pemberitaan, temuan di sejumlah forum di media sosial, perilaku seksual menyimpang sudah jadi kian meluas di tanah air. Mulai dari anal seks, perzinaan, merekam dan menyebarkan hubungan intim, tukar menukar pasangan (swinger), sampai incest.

Sebenarnya hal ini tidak mengejutkan dengan makin liberalnya nilai sosial di masyarakat. Lewat saluran teknologi informasi, pergaulan, perilaku seksual abnormal ini menyebar dan jadi kultur sebagian orang. Ini hasil invasi budaya Barat ke tengah keluarga di tanah air.

Prinsip permisivisme, serba boleh, dalam masyarakat Barat, membiarkan warganya melakukan hubungan seks dengan cara apa saja, selama dijalani tanpa paksaan. Novel dan film Fifty Shades of Grey misalnya potret penyimpangan perilaku seksual yang sudah membudaya di sebagian masyarakat liberal ala AS, tentang perzinaan dan pola relasi seks menggunakan kekerasan.

Namun bagaimana bila ternyata pasangan kita mengidap perilaku menyimpang ini? Naudzubillahi min dzalik. Sedari dini suami/istri mendeteksi masalah ini lalu mengambil tindakan.

Pertama, hubungan seksual sebenarnya adalah fitrah manusia. Secara naluriah pria berhubungan intim dengan wanita sebagai pasangannya, melalui organ-organ reproduksi/kelamin yang secara fitrah dan naluriah juga dipahami oleh manusia. Menurut fitrahnya juga manusia tidak akan mau melakukan hubungan intim pada anggota keluarganya; ibunya, saudara kandungnya, atau anaknya. Begitupula ia akan merasa jijik melakukan hubungan seksual menyimpang seperti dengan sesama jenis, binatang, dll.

Kedua, pahami etika seksual dalam ajaran Islam; ada aturan halal dan haram. Intinya tak ada perbuatan manusia yang bebas dari hisab Allah SWT., termasuk dalam saat melakukan jima’. Syariat Islam memberikan tuntunan adab hubungan suami istri yang benar agar sesuai fitrah yakni untuk mendapatkan keturunan dan pemenuhan kebutuhan biologis yang insani.

Memahami etika jima menjadi penting agar tak ada kesalahpahaman. Ada kasus dimana suami sulit untuk menggauli istri karena sang istri sedemikian malu dan sungkan dijamah sekalipun oleh suaminya sendiri. Ini akibat penanaman norma yang keliru tak selaras ajaran Islam, misalnya karena mendapatkan pandangan bahwa hubungan seks itu kotor, tercela, dsb.

Bila pasangan suami istri sudah paham etika seksual secara Islam dengan benar, maka bisa mencegah diri sendiri atau pasangan dari penyimpangan perilaku seksual. Misalnya istri atau suami tidak akan menahan diri saat istri dalam keadaan haid, menghindari anal seks, atau merekam apalagi menyebarkan hubungan intim.

Ketiga, segera sadari bila pasangan punya orientasi seks yang menyimpang, semisal hubungan lewat anal, ingin merekam hubungan suami istri, kecanduan film porno, atau melakukan sadomasokhis yakni hubungan intim lewat jalan kekerasan.

Tentu saja kesadaran ini baru akan tumbuh bila seorang muslim/muslimah memahami adab-adab hubungan suami-istri. Pasangan atau seorang muslim yang tak paham, merasa bahwa perilaku menyimpang ini adalah bagian dari variasi hubungan suami-istri.

Keempat, berani mengingatkan dan menolak ajakan pasangan bila telah terindikasi melakukan penyimpangan perilaku seksual. Misalnya suami mengajak merekam, hubungan saat haid, dsb. Fakta terjadinya penyimpangan adalah karena umumnya istri berada dalam posisi tertekan dan tak berani melakukan penolakan. Padahal bila penyimpangan perilaku ini diikuti oleh pasangan/istri, maka akan akan berkelanjutan bahkan meningkat ke level yang lebih parah lagi, semisal melakukan tukar menukar pasangan, menyewakan istri, dsb. Allah Ta’ala telah mengingatkan agar sesama muslim tidak melakukan kerja sama dalam kemaksiatan.

 وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ٢

Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (TQS. Al Maidah: 2).

Kelima, bila pasangan tak mau menghentikan kebiasaan menyimpang ini, termasuk setelah diingatkan oleh suami/istri maupun oleh pihak ketiga seperti keluarga atau ustadz, maka perceraian menjadi jalan keluar terbaik.

Bagi suami, perilaku seksual istri yang menyimpang terkategori nusyuz. Allah SWT. memerintahkan para suami untuk mengingatkan istri akan pembangkangan dan perilaku maksiatnya.

 وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِي ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّٗا كَبِيرٗا٣٤

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (TQS. An-Nisa: 34)

Adapun bagi istri, perilaku abnormal suami dalam hubungan istri bisa menjadi alasan untuk meminta cerai dengan pertimbangan mencegah diri dari perilaku haram dan mencegah terjadinya kemudlaratan lahir maupun batin.

Para pembaca yang dimuliakan Allah, hubungan intim suami istri, pijakannya bukanlah suka sama suka dan kepuasan kedua belah pihak, namun tetap dilandasi ketakwaan. Bila aktifitas hubungan suami istri sudah lepas dari ketaatan pada Allah, akhirnya akan menyeret manusia pada perbuatan keji dan membahayakan. Karenanya, baik suami maupun istri harus sama-sama meyakini bahwa jima merupakan bagian amal yang wajib dijalankan sesuai tuntunan syariat karena akan mendapatkan hisab di Hari Akhir kelak.

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا٣٦

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (TQS. Al-Isra: 36).Wallahu al-Musta’an

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.