Optimalkan Pribadi Anak di Usia Tamyiz

Ayahbunda, pola pendidikan anak dalam Islam memang berbeda dengan pola pendidikan selain Islam. Dalam agama kita, ada prinsip pendidikan yang disebut masa mumayiz pada anak. Hal ini tidak dikenal dalam sistem pendidikan manapun. Dalam pendidikan sekuler misalnya, hanya dikenal masa anak-anak lalu remaja dan dewasa. Sedangkan dalam Islam ada satu keadaan dimana anak belum mencapai usia aqil baligh, tapi ia telah memiliki sejumlah kecerdasan sehingga disebut sebagai anak yang mumayiz.

Mumayiz berasal dari kata mayyaza yang berarti membedakan sesuatu dari yang lain. Adapun pengertian mumayiz dijelaskan oleh Prof. DR. Rawwas Qal’ahji dalam bukunya, Mu’jam Lughah Lil Fuqaha, sebagai anak yang belum balig yang bisa membedakan antara bahaya dan manfaat.

Mengenai usia anak masuk usia mumayiz memang menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun kami ketengahkan pendapat Imam an-Nawawi yang berpendapat; “Anak yang mumayiz adalah yang telah memahami khitob (seruan hukum Islam) dan menjawab, tidak ditentukan dengan usia melainkan dengan perbedaan pemahaman (lihat an-Nawawi, Tahrir Alfadz at-Tanbih, hal. 116, bab Haji).

Oleh karena itu ayahbunda harus cermat melihat perkembangan putra-putrinya, apakah mereka sudah terkategori mumayiz ataukah belum. Bila anak-anak kita sudah memahami tatacara shalat, misalnya, atau aturan shaum Ramadhan, juga batasan aurat, itu menjadi indikasi bahwa mereka sudah masuk kategori mumayiz.

Pada masa mumayiz, sudah saatnya ayahbunda mengembangkan lagi kemampuan anak sebagaimana tuntunan syariat. Hal ini penting karena pada masa itu akal anak tengah menuju kesempurnaan sebagai orang dewasa. Sel-sel otaknya sudah siap untuk belajar lebih tinggi lagi dibandingkan anak balita.

1. PEMBELAJARAN AGAMA LEBIH INTENS. Di fase tamyiz anak sudah bisa memahami banyak hal. Selain menghafal ayat al-Qur’an, ananda juga mulai dapat diberikan pemahaman kandungan al-Qur’an seperti ketentuan halal-haram, batasan aurat, pergaulan pria-wanita, dsb. Mulailah untuk menanamkan pemahaman agama lebih dalam lagi pada anak tentu dengan tetap memperhatikan bahasa pengantar yang mudah ia mengerti. Misalnya ayahbunda mulai bisa menerangkan Islam sebagai agama sempurna, tujuan hidup kita adalah mardlotillah, kewajiban melaksanakan syariat Islam, dsb.

2. KENALKAN DENGAN SOSOK ORANG SOLEH dan bandingkan dengan musuh-musuh Allah SWT. seperti Abu Jahal, Abu Lahab, dll., agar tergambar perbedaan kebaikan dan keburukan padanya. Berikan gambaran manusia yang dekat dengan Alah SWT. sebelum memberikan gambaran tokoh umum semisal pengusaha, ilmuwan, dsb.

3. BERLATIH UNTUK MANDIRI. Para ulama bersepakat bahwa saat sudah memasuki fase mumayiz, maka anak sah untuk melakukan berbagai muamalah pada batas tertentu. Misalnya jual-beli dalam jumlah tertentu, menitipkan pesan, menjaga adik, dsb. Di fase ini mulailah melatih kemandirian anak juga tanggung jawab sesuai kadar kemampuan mereka. Latihan ini amat penting untuk persiapan mereka memasuki masa pubertas/aqil baligh.


4. TINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI. Tingkatkan kepercayaan diri pada anak seperti bicara di depan saudara-saudaranya, di depan kelas, memimpin teman-teman di sekolah. Bahkan madzhab Imam Syafi’i membolehkan anak yang sudah tamyiz untuk mengimami shalat orang dewasa. Pendapat ini disandarkan pada hadits shahih riwayat Imam Bukhari, bahwa salah seorang sahabat yang masih kecil, Amr bin Salamah ra., pernah mengimami kaumnya shalat berjamaah. Hal itu karena Amr bin Salamah yang berusia tujuh tahun punya hafalan lebih banyak dibandingkan kaumnya. Maka ia pun menjadi imam shalat.

Dalam kitab Subulus Salam dijelaskan lagi;

عَمْرُو بْنُ سَلِمَةَ أَدْرَكَ زَمَنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ يَؤُمُّ قَوْمَهُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ لِأَنَّهُ كَانَ أَقْرَؤُهُمْ لِلْقُرْآنِ

“Amru bin Salamah ra. pada zaman Nabi SAW. mengimami kaumnya karena ia yang membacakan al-Qur’an pada mereka.”

5. JAUHKAN DARI KONTEN NEGATIF seperti pornografi, tahayul, kekerasan, dsb. Sebagaimana anak yang telah tamyiz cepat merespon kebaikan, demikian pula halnya terhadap konten negatif. Anak-anak di usia ini cepat dalam menduplikasi dan mencerna konten-konten negatif. Karenanya ayahbunda wajib menjaga adab tutur kata dan pergaulan bersama keluarga, menjaganya dari pergaulan negatif kawan-kawannya, termasuk melindungi anak dari tayanga negatif dari bacaan, televisi dan internet. Minimalisir kebolehan menonton tv apalagi menggunakan ponsel berinternet, karena mereka rentan terkontaminasi konten negatif dan dapat menimbulkan kecanduan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.