Di antara hak istri yang wajib ditunaikan suami adalah memberikan perlakuan yang lembut, penuh kasih sayang dan dicandai agar hati mereka senang. Meskipun Rasulullah adalah seorang panglima perang, tapi tak pernah sekalipun beliau menyakiti perasaan apalagi fisik istri-istrinya.
Para suami, hayati dan pahami kalau mencintai istri bukan semata karena dorongan naluri mencintai, tapi harus didasari dorongan iman dan takwa. Sayang bila rasa cinta dan pengorbanan yang besar tidak menjadi tambahan amal kebaikan untuk hari penimbangan kelak.
Untuk itulah Nabi Saw memberikan tuntunan bagaimana mencintai dan membersamai istri. Tidak ada contoh yang terbaik melainkan apa yang dilakukan Baginda Nabi. Beliaulah sosok yang disebut memiliki budi pekerti yang agung. Perwujudan Al-Qur’an dalam kehidupan. Firman Allah Swt:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (TQS. Al-Qalam [68]: 4)
Allah Ta’ala mengkaruniakan pada Rasulullah Saw sifat rahmah, kasih sayang dan kelembutan. Tak ada sedikitpun kata dan sikap kasar pada semua istri dan anggota keluarga beliau. Sehingga semua istri dan keluarga Nabi Saw selalu merasa senang dengan kehadiran Nabi. Firman Allah Swt:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (TQS. Ali Imran [3]: 159)
Ada pengakuan lain yang menakjubkan tentang sikap Nabi pada orang-orang yang berada di rumah beliau. Dalam hadis sahih riwayat Imam Turmudzi dituturkan pengakuan sahabat Anas bin Malik ra. yang pernah membersamai Rasulullah selama bertahun-tahun. Kata Anas:
“Aku membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 10 tahun. Selama itu, beliau tidak pernah mengucapkan padaku “ah” sekalipun. Beliau tidak pernah mengomentari sesuatu yang kulakukan dengan mengatakan, ‘mengapa kau lakukan ini’. Dan sesuatu yang tak kulakukan, ‘mengapa kau tinggalkan ini’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang terbaik akhlaknya. Aku tak pernah menyentuh sutra yang tebal maupun yang tipis, atau sesuatu yang lebih lembut dari tapak tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan aku tak pernah mencium aroma parfum manapun yang lebih wangi dari keringat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Terhadap istri, Nabi Saw mengingatkan bahwa mereka punya hak yang wajib ditunaikan para suami, sebagaimana kewajiban mereka terhadap suami. Firman Allah:
وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ
Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. (TQS. Al-Baqarah [2]: 228)
Di antara hak istri yang wajib ditunaikan suami adalah memberikan perlakuan yang lembut, penuh kasih sayang dan dicandai agar hati mereka senang. Meskipun Rasulullah adalah seorang panglima perang, tapi tak pernah sekalipun beliau menyakiti perasaan apalagi fisik istri-istrinya.
Bahkan Nabi saw pernah melindungi Aisyah ra dari kemarahan ayahandanya, Abu Bakar. Saat itu Abu Bakar marah pada putrinya karena ada meninggikan suara di hadapan Rasulullah. Namun saat sang ayah akan memukulnya, Rasulullah justru memeluk dan melindungi Aisyah. Setelah Abu Bakar pergi, Nabi SAW lalu menggoda sang istri, seraya berkata “Bagaimana pendapatmu ketika aku menyelamatkanmu dari kemarahan Abu Bakr?”
Nabi Muhammad saw menuturkan bahwa mencandai istri salah satu amal yang dicintai Allah Swt. Sabdanya:
كُلُّ شَيْئٍ يَلْهُوْبِهِ ابْنُ آدَمَ فَهُوَ بَاطِلٌ إِلاَّ ثَلاَثًا: رَمْيُهُ عَنْ قَوْسِهِ، وَتَأْدِيْبُهُ فَرَسَهُ، وَمُلاَعَبَتُهُ أَهْلَهُ، فَإِنَّهُنَّ مِنَ الْحَقِّ.
Segala sesuatu yang dijadikan permainan bani Adam adalah bathil kecuali tiga hal: melempar (anak panah) dari busurnya, melatih kuda dan bercanda dengan isteri, sesungguhnya semua itu adalah hak. (HR. An-Nasa’i)
Ada sejumlah riwayat yang menceritakan candaan Rasulullah Saw yang berisi pujian dan kasih sayang.
Pertama, hadis yang populer adalah Rasulullah Saw mengajak Aisyah untuk berlomba lari. Kegiatan ini dilakukan semata untuk menghibur hati istri beliau. Ketika Nabi bisa mengalahkan Aisyah dalam ’perlombaan’ tersebut, beliau berkata, ”Ini pembalasan untuk yang kemarin,” (HR. Ahmad).
Kedua, memuji istri beliau dengan sebutan yang khas. Selain memanggil Aisyah dengan panggilan Humaira yang bermakna kemerahan, Rasulullah Saw juga memuji Aisyah sebagai makanan yang paling lezat. Sabdanya:
كَمُل من الرجال كثير، ولم يَكمُل من النساء: إلا آسية امرأة فرعون، ومريم بنت عِمران، وإنَّ فضلَ عائشة على النساء كفضل الثَّرِيد على سائر الطعام
Laki-laki yang sempurna banyak jumlahnya, namun dari kalangan wanita tidak ada yang sempurna kecuali Āsiyah istri Firaun dan Maryam binti ‘Imrān. Sesungguhnya kelebihan Aisyah di atas para wanita seperti kelebihan ṡarīd (roti yang ditambahkan kuah dan daging) atas semua makanan. (HR. Muttafaq alayh)
Ketiga, mengajak istri beliau melihat hiburan yang halal. Imam Muslim meriwayatkan: Diceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, diceritakan kepada kami Jarir, dari Hisyam, dari bapaknya, dari Aisyah berkata: Datang orang-orang Habasyah menari di masjid pada hari ied. Maka Rasulullah SAW memanggilku. Aku letakkan kepalaku di atas bahu beliau. Dan akupun menonton orang-orang Habasyah sampai aku sendiri yang memutukan untuk tidak ingin melihat lagi.
Keempat, Nabi Saw mengizinkan antar istri saling bercanda. Dalam hadis riwayat Imam Turmudzi diriwayatkan bahwa Aisyah berkata, “Suatu hari Saudah mengunjungi kami, dan Rasulullah saw. duduk di antara diriku dan Saudah. Sedangkan satu kaki beliau berada di pangkuanku dan satunya berada di pangkuan Saudah.
Lalu aku membawakan untuknya makanan (yang terbuat dari bahan tepung dan air susu) kemudian berkata pada Saudah, “(Demi Allah), makanlah atau aku akan mengotori wajahmu.” Namun Saudah menolak dengan berkata, “Aku tidak akan mencicipinya.”
Lalu, aku ambil makanan dari mangkuk yang besar dan kulumurkan ke wajahnya. Nabi saw. tertawa. Lalu beliau mengangkat kaki beliau dari pangkuan Saudah, agar ia bisa membalasku.
Beliau berkata kepada Saudah, “Kotorilah mukanya!” Lalu dia mengambil makanan dari mangkuk besar dan melumurkannya ke mukaku, dan Rasulullah saw. tertawa.
Beginilah sekelumit riwayat kehidupan romantis Nabi bersama istri-istri beliau. Selain bersikap serius, pemikir, pejuang Islam, ahli ibadah yang luar biasa, pemimpin yang agung, namun beliau juga bersikap ramah pada keluarga dan istri-istrinya. Beliau bercanda dan mengizinkan istri-istri beliau bercanda dengan kasih sayang. Bukan candaan dengan kata-kata umpatan, atau dengan perlakuan kasar semisal memukul kepala istri atau menghajarnya.
Leave a Reply