Pertamina, Kenapa Oh Kenapa?

pertamina pasti naik-editSusah cari BBM? Capek ngantri di SPBU? Don’t worry, Anda tidak sendiri. Karena sudah hampir sepekan semua pengguna kendaraan bermotor kelimpungan. Penyebabnya pemerintah SBY membuat kebijakan membatasi distribusi BBM bersubsidi. Akibatnya ya bisa kita rasakan sendiri. SPBU full antrian, dan sebagian SPBU sudah tutup beberapa hari karena kehabisan jatah refill BBM bersubsidi dari Pertamina.

Pangkal masalahnya satu: pemerintah sudah ingin mengurangi subsidi bahan bakar minyak. Pemerintah selalu katakan subsidi BBM adalah pemborosan anggaran negara, subsidi itu salah sasaran, malah orang kaya yang justru paling menikmati subsidi. Beneran begitu?

Banyak orang yang mudah percaya bahwa kebijakan subsidi itu SALAH BESAR. Tapi pernahkah pemerintah dan bangsa ini mengintrospeksi diri sendiri bahwa masalah kelangkaan BBM itu akibat kebijakan liberalisasi migas yang menguntungkan pihak asing? Bukankah sebagian impor BBM negeri ini dari luar negeri itu akibat tidak becusnya kita mengurus SDA yang begitu vital dan aduhai ini.

Tahukah pembaca bahwa NKRI ini setiap tahun mengimpor BBM dari Singapura sebanyak 500.000 bph dengan nilai Rp 17 triliun? Singapura? Iya, Singapura! Negeri yang masih kalah luas dengan Batam itu itu jadi andalan impor minyak NKRI ini! Padahal Singapura tidak punya tambang minyak bumi, tapi mereka punya kilang pengolahan minyak bumi. Kok bisa?

Itu karena Indonesia menjual minyak mentahnya ke Singapura untuk kemudian membeli minyak hasil penyulingannya dari sana. Pertamina tidak sanggup mengolah semua minyak mentah hasil tambang maka dijuallah ke Singapura untuk kemudian dibeli lagi so pasti dengan harga berlipat. Dia untung, bangsa buntung! Huh, I love nationalism!

Ada beberapa keanehan negeri ini dalam urusan migas yang ingin saya share pada teman-teman pembaca. Semoga bisa menambah bingung, greget dan amarah positif bagi negeri ini.

  1. Pemerintah selalu berdalih bahwa kilang minyak Pertamina sudah tua, sehingga produksinya sedikit, tidak efesien. Kalau begitu mengapa tidak sejak dulu pemerintah melakukan investasi kilang minyak baru yang canggih sehingga kelak tidak bergantung pada asing?
  2. Mengapa pemerintah tidak membangun kilang minyak yang mampu mengolah minyak mentah hingga siap edar ke masyarakat? Mengapa malah memilih menjual minyak mentah untuk kemudian membeli hasil olahannya yang lebih mahal, seperti ke Singapura misalnya?
  3. Mengapa pemerintah malah membuka kebijakan liberalisasi migas yang menguntungkan pengelola tambang asing? Kenapa sampai 85,4 persen dari 137 konsesi pengelolaan lapangan migas (minyak dan gas) dimiliki asing? Mana slogan ‘nasionalisme’ dan ‘NKRI harga mati’?
  4. Bila dibilang BBM yang dijual bersubsidi, lantas hendak dinaikkan, mohon dijelaskan dulu berapa biaya produksi BBM tersebut? Sampai sekarang pemerintah dan Pertamina tidak pernah transparan menyebutkan ongkos produksi BBM. Padahal dengan tahu biaya produksi suatu barang, maka bisa ditentukan berapa harga yang pantas dijual ke pembeli. Bukankah itu hukum dasar produksi dan perdagangan?
  5. Mengapa kualitas BBM bersubsidi di AS meski lebih mahal tapi ternyata kualitasnya jauh lebih bagus dibandingkan Indonesia? Harga BBM di Amerika Serikat untuk bensin dipatok US$ 3,9 per USG atau 98 sen per liter (setara Rp 10.750). Namun, kualitas BBM ini berada di kategori 4 untuk menggerakkan kendaraan dengan standar Euro 5.Kualitas BBM di Amerika tersebut sudah masuk dalam standar World Wide Fuels Charter (WWFC) kategori 1. Sedangkan bahan bakar di Indonesia, produk Pertamax dan Pertamax Plus serta Pertamax Dec masuk kategori 2 WWFC. Hmm.
  6. Harga pertamax di Malaysia jauh lebih murah ketimbang di Indonesia. Di negeri Upin-Ipin itu pertamax dijual dengan harga sekitar Rp 7.350/liter. Di Indonesia pertamax dijual dengan harta 12 ribu rupiah perliter. Kok, bisa?
  7. Apakah publik tahu bahwa selama ini penetapan harga BBM bersubsidi menggunakan acuan MOPS (Mean of Platts Singapore)? Per Juni 2014, saat harga minyak mentah dunia US$ 108 per barel, harga bensin menurut MOPS menjadi Rp 8.754 per liter dengan kualitas RON 92 atau Pertamax. Sedangkan penetapan harga Premium Indonesia kualitasnya RON 88.Fairkah ini, minta harga sama dengan patokan dunia tapi mutunya berbeda?
  8. Benarkah subsidi BBM hanya dinikmati orang-orang kaya saja? Pernahkah dihitung jumlah pengguna motor, pengguna angkutan umum dan awaknya? Bukankah mereka masyarakat menengah ke bawah yang merasakan kenikmatan subsidi BBM? Apakah jumlah mereka lebih sedikit dibanding pemilik kendaraan mewah?
  9. Hitung pula multiplier effect dari pengurangan subsidi BBM ini, bukankah akan berdampak pada kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok, dsb. Siapa yang paling menderita? Bukankah masyarakat menengah ke bawah?
  10. Kalau dikatakan masyarakat kita boros dalam menggunakan enerji minyak bumi, mengapa pemerintah membiarkan industri otomotif terus-terusan menggelontorkan produknya ke pasar? DP dan cicilan murah sehingga banyak orang bisa membelinya? Tak mungkin BBM bersubsidi cepat habis kalau tak ada pembelinya?
  11. Jangan lupakan pula pemerintah malah mengizinkan keluarnya mobil murah, dengan alasan pemerataan agar masyarakat menengah juga bisa membeli mobil. Ini pikiran absurd! Bukannya ini malah membuat BBM bersubsidi makin tersedot dan menambah kemacetan di mana-mana?
  12. Kenapa pemerintah malah tidak memperbaiki dan memperbanyak transportasi massal, terutama kereta api? Padahal kebijakan ini akan mengurangi pemakaian BBM. Pemerintah malah makin semangat membangun jalan tol ketimbang membangun jalur kereta api di Jawa apalagi di luar Jawa. Bisa ditebak ini untuk memudahkan pengguna kendaraan bermotor, terutama mobil, selanjutnya berarti menggembirakan industri otomotif asing.
  13. Poin 11-12 menunjukkan bahwa pemerintah negeri ini – rezim manapun – memang lebih berpihak pada pengusaha asing (baca: pemilik industri otomotif asing) dan ingin menyedot keuntungan dari mereka.

 

Barangkali itu sedikit pertanyaan dari saya yang sering terheran-heran dengan ‘keajaiban’ perilaku penguasa dan teknokrat di negeri ini. Padahal seperti dikatakan Profesor Fahmi Amhar, persoalan BBM ini berporos hanya dua hal: teknologi dan ideologi . Untuk urusan teknologi sungguh tidak rumit asal ada kemauan pasti ada jalan. Malaysia yang dulu belajar perminyakan ke Indonesia saja bisa mengungguli gurunya.

Berarti yang tersisa – dan justru yang paling penting — adalah persoalan ideologi. Nyatanya negeri ini masih betah dengan ideologi Kapitalisme-Liberalisme. Penguasa kita manut saja pada kepentingan aneka perusahaan asing, baik perminyakan maupun otomotif. Manut saja pada Bank Dunia untuk mencabut subsidi di semua sektor. Untuk urusan ideologi mau tidak mau harus ada perubahan menyeluruh dan mendasar bagi negeri ini, itu bila ingin negeri ini sejahtera. Satu-satunya ideologi yang mensejahterakan hanya Islam. Percayalah. Ini dijamin Allah SWT. Kita muslim, kan?

3 Comments

Hendra

Iya saya pikir juga begitu kenapa ga bisa .. Apakah kita segoblok itu sampe ngurusin minyak dan sdm laij harus sama investor???..masa kalah sama brunei… Atau jgn2 memamg sengaja di buat ga bisa… Krn kita tau banyak mafia2 siluman d atas sana

Reply
Iwan Januar

Ya, semoga Allah memberikan taufik dan hidayah pada para penguasa muslim dan umat Islam. Jazakallah khayran atas tanggapan dan kunjungannya.

Reply

Leave a Reply to Hendra Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.