Bunuh Diri Itu Potret Buruk Kapitalisme

suicideeditPada tanggal 4 September lalu Badan kesehatan dunia, WHO, melansir hasil temuan bahwa angka bunuh diri di seluruh penjuru dunia meningkat. WHO menyebutkan, setiap tahun, tercatat 800.000 orang bunuh diri. Dengan data itu, setiap 40 detik ada satu orang bunuh diri di seluruh dunia. Kasus bunuh diri juga menjadi penyebab utama kematian secara global nomor 5 bagi mereka yang berusia 30-49 tahun.

Sekitar 75 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-negara berpendapatan rendah sampai menengah. WHO memperkirakan, angka kejadian bunuh diri di kawasan Asia Tenggara paling tinggi dibandingkan dengan kawasan lain.
Sekitar 39 persen kasus bunuh diri di dunia, menurut badan kesehatan itu, terjadi di negara-negara berpendapatan rendah sampai menengah di Asia Tenggara dengan kasus terbanyak di India pada 2012.

Guyana, sebuah negara berkembang memiliki kasus bunuh diri yang terjadi pada 44,2 per 100.000 orang. “Guyana ada di peringkat pertama, lalu Korea Utara dan Selatan berada di posisi kedua dan ketiga,” kata WHO dalam pernyataan resminya.

Dilanjutkan negara Sri Lanka, Lithuania, Suriname, Mozambik, Nepal dan Tanzania, India, Sudan Selatan. Lalu, disusul dengan Sudan Selatan, Rusia dan Uganda, Hungaria dan Jepang. Angka ini dihimpun berdasar penelitian WHO selama 10 tahun di 172 negara.

Bagaimana dengan Indonesia? Angka bunuh diri di Indonesia tergolong tinggi, sebanding dengan Jepang. Pada peringkat angka bunuh diri seluruh dunia, Indonesia dan Jepang menempati posisi yang sama di urutan kesembilan. Di Indonesia, angka bunuh diri diperkirakan setiap tahun mencapai 50 ribu orang dari 220 juta total penduduk Indonesia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, kasus bunuh diri tahun ini paling banyak terjadi di wilayah Polda Jawa Tengah yaitu 160 kasus. Urutan berikut yaitu Polda Jawa Timur dengan 84 kasus, Polda Metro Jaya sebanyak 55 kasus, Polda Bali sebanyak 39 kasus, dan Polda Jawa Barat sebanyak 27 kasus.

Depresi menjadi salah satu alasan kuat orang melakukan bunuh diri. Tekanan ekonomi, hubungan keluarga yang tidak harmonis, adalah sejumlah pemicu depresi yang dapat mendorong pengidapnya melakukan bunuh diri.

Tragisnya, kasus depresi yang berujung pada bunuh diri juga sudah terjadi di kalangan usia remaja bahkan anak-anak. Beberapa korban remaja dan anak-anak melakukan bunuh diri karena tak tahan di-bully oleh remaja sebaya. Bully yang berakibat korban melakukan bunuh diri juga terjadi di jejaring sosial (cyberbully). Pada tahun 2012 Komnas Perlindungan Anak mendapatkan laporan 20 kasus bunuh diri pada anak-anak, dengan 7 korban bisa diselamatkan.

Sarang Laba-Laba Sekulerisme

Depresi yang dianggap sebagai pemicu aktivitas bunuh diri memiliki pemicu yang amat beragam, bukan sekedar tekanan ekonomi atau kemiskinan. Kita masih ingat kasus bunuh diri aktor dan komedian terkenal Robbin Williams pada bulan Agustus silam. Robbin Williams bukan aktor kacangan dan miskin, tapi selebritis papan atas. Sejumlah film yang dibintanginya masuk jajaran box office. Tapi tekanan pekerjaan dan hubungan sosial yang tidak harmonis mendorongnya melakukan bunuh diri.

Kasus yang menimpa Robin Williams sama dengan yang dialami bintang rock Kurt Cobain yang melakukan bunuh diri di puncak karir. Kurt diduga mengalami depresi karena tak tahan dengan kesuksesan yang diraihnya bersama band-nya Nirvana.

Hal yang sama juga dialami oleh sejumlah selebritis di Korea Selatan yang melakukan bunuh diri karena tekanan pekerjaan. Sebagian dari mereka juga tengah bersinar karirnya. Tapi kecemerlangan karir tak bisa menyelamatkan mereka dari tekanan yang berujung pada bunuh diri.

Meningkatnya kasus bunuh diri adalah potret keroposnya masyarakat kapitalisme dan falsafah sekulerisme mereka. Pemisahan agama dari kehidupan telah membuat orang kehilangan pegangan hidup yang benar. Banyak orang tak punya harapan hidup dan sandaran saat mengalami tekanan hidup. Bahkan persoalan sepele seperti dilarang nonton film bisa mendorong remaja melakukan bunuh diri.

Agama yang telah dipenjara oleh kaum sekuleris di dalam mesjid justru menjadi awal bencana bagi masyarakat. Slogan “trust yourself” yang sering digadang-gadang oleh para psikiater atau motivator adalah keyakinan semu yang rapuh. Persis seperti sarang laba-laba. Firman Allah Ta’ala:

Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.(QS. al-Ankabut [29]: 41).

Penyebab paling fundamental meningkatnya angka bunuh diri dan depresi di tengah masyarakat adalah sekulerisme yang merupakan falsafah kehidupan yang batil. Sekulerisme membuat hati manusia tidak tentram dan bertentangan dengan fitrah manusia. Meski bergelimang materi, populer dan punya banyak kawan, tapi hati manusia kering, karena berusaha menutup fitrah beragama (gharizah tadayyun) yaitu kebutuhan hubungan yang dekat dengan Sang Maha Pencipta.

Ibarat rumput yang kering, percikan api yang kecil akan menimbulkan kobaran api. Masalah yang kecil pun akan membuat ketahanan mental para penganut sekulerisme dan kapitalisme ini goyah lalu jatuh.

Individualisme dan Minimnya Ri’ayah

Penyebab lain yang membuat angka bunuh diri meninggi adalah sekulerisme dan kapitalisme telah membuat masyarakat jatuh dalam relasi individualistis. Empati dan kepekaan sosial di tengah masyarakat kian memudar. Meski potret kemiskinan dapat terlihat dengan telanjang, tapi tak membuat masyarakat kelas atas untuk turun membantu atau tak mengekspose kekayaan mereka. Faktanya kaum kaya di tanah air justru semakin atraktif mempertontonkan kekayaan mereka. Beragam mobil mewah banyak kita jumpai di jalan raya.

Gaya hidup individualisme ini sampai masuk ke dalam lingkungan keluarga. Hubungan antara orang tua dan anak, juga antar saudara semakin minim karena kesibukan mereka masing-masing. Banyak kita jumpai anak tak bisa menjadikan orang tua sebagai tempat curhat karena aktifitas kedua orang tua mereka di luar rumah. Keadaan ini bisa menjadi pemicu perilaku bunuh diri di kalangan remaja dan anak-anak.

Kapitalisme di sisi lain berhasil menciptakan kemakmuran ekonomi, sekaligus menciptakan kemiskinan akut. Kita bisa melihat kalangan jetset yang memiliki kapal pesiar (yacht) harga puluhan miliar rupiah, tapi dengan ekstrem kita juga bisa melihat kaum gelandangan tidur di pelataran toko setiap malam. Sejumlah warga juga hidup dalam tekanan ekonomi; minim jaminan kesehatan, pendidikan dan hutang yang menumpuk.

Dalam sistem ini negara justru kian mengurangi perannya sebagai penjamin kehidupan sosial bagi rakyat. Pengurangan subsidi BBM, gas LPG, listrik dan air kian memukul kondisi banyak warga. Pendapatan warga kelas menengah makin digerus, sedangkan yang miskin kian terpuruk. Inilah kejamnya kapitalisme.

Karenanya bunuh diri bukan lagi sekedar kasuistik, tapi sudah menjadi seperti epidemi. Dengan cepat menyebar luas ke penjuru dunia. Penyebabnya bukan sekedar individual, tapi lahir dari sistem dan lingkungan. Sekulerisme dan kapitalisme paling bertanggung jawab atas eskalasi jumlah bunuh diri ini.

Solusinya tak akan pernah cukup hanya dengan konseling atau terapi kejiwaan. Tapi harus merombak tatanan kehidupan masyarakat. Mengganti sekulerisme dengan akidah Islam yang memuaskan akal, sesuai fitrah dan menentramkan hati. Sehingga setiap orang manakala mendapatkan musibah besar sekalipun ia tetap memiliki harapan akan datangnya kebaikan dari Allah atas musibah yang menimpanya. Sabda Nabi saw.:

« عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ »

Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. (HR. Bukhari).

Syariat Islam mewajibkan negara untuk melakukan ri’ayah kepada semua warga negara. Memberikan mereka jaminan pendidikan, kesehatan dan kesempatan untuk mencukupi kebutuhan asasiyah hingga kamaliyah secara ma’ruf. Sehingga hal ini akan menghindari tekanan kehidupan bagi setiap warga negara. Negara dalam Islam bukan sekedar regulator seperti halnya dalam sistem kapitalisme.

Maka persoalan bunuh diri yang kini kian meningkat tak bisa diselesaikan secara personal. Ia membutuhkan solusi holistik. Mulai dari persoalan falsafah kehidupan (akidah) hingga ri’ayah yang harus dilakukan oleh negara. Untuk itu, hanya Islam yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menyelesaikannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.